Banyak orang merasa
kesulitan menguasai matematika. Pada sebuah program evaluasi murid
internasional 2009, Amerika Serikat berada di peringkat 25 untuk
penguasaan matematika. Seorang ibu di New Jersey ingin mengubah situasi
tersebut, dimulai dengan ritual setiap malam.
Laura Overdeck tumbuh
dengan mengenal angka. Ia selalu membantu menimbang bahan-bahan saat
ibunya membuat kue, dan ia belajar dari ayahnya, yang senang membuat
perkakas kayu di waktu luang. Matematika merupakan mata pelajaran
favorit, dan ia mengambil jurusan astrofisika saat kuliah. Overdeck
ingin anak-anaknya pandai dalam matematika juga.
“Ketika anak pertama
kami berumur sekitar dua tahun, kami mulai memberinya soal matematika
setiap malam, selain juga mendongeng sebelum tidur,” ujar Overdeck.
Biasanya yang diberikan
adalah soal cerita, dengan subyek binatang, mobil atau permen yang
mendorong si balita mengitung di luar kepala atau dengan jarinya.
Overdeck mengatakan metode tersebut disukai dalam keluarganya.
“Anak ketiga kami, saat
ia berumur dua tahun, berteriak bahwa ia ingin mendapat soal matematika
karena ia melihat abang dan kakaknya melakukannya. Kami pikir, ‘Wow,
matematika merupakan sesuatu yang menyenangkan di rumah kami, sesuatu
yang dinanti sebelum tidur,’” kata Overdeck.
Pada Februari, setelah para kawan mulai memintanya mengirim soal-soal matematika untuk anak-anak mereka, Overdeck meluncurkan situs Internet www.bedtimemathproblem.org dan mengunggah soal matematika untuk anak setiap harinya. Sekarang, ia memiliki lebih dari 5.000 orang dalam daftar surat elektroniknya.
Pada Februari, setelah para kawan mulai memintanya mengirim soal-soal matematika untuk anak-anak mereka, Overdeck meluncurkan situs Internet www.bedtimemathproblem.org dan mengunggah soal matematika untuk anak setiap harinya. Sekarang, ia memiliki lebih dari 5.000 orang dalam daftar surat elektroniknya.
Ayah Oggie Stachelberg
adalah pelanggan Bedtime Math. Bagi Oggie, 8, soal matematika adalah
permainan yang dinanti setiap malam, dan biasanya dilakukan setelah
menyikat gigi.
Soal matematika malam
ini dimulai dengan permainan logika mengenai lalu lintas Jumat malam
sebelum beralih ke angka. Oggie sudah bersekolah, namun Overdeck senang
memperkenalkan angka pada anak-anak sebelum mereka bersekolah.
Apa manfaat mengenalkan matematika pada anak-anak begitu dini?
Apa manfaat mengenalkan matematika pada anak-anak begitu dini?
Profesor psikologi
University of Chicago Sian Beilock, yang juga ahli dalam masalah
kegelisahan kinerja (performance anxiety), mengatakan bahwa jika
pelajaran matematika diberikan lebih dini dengan cara yang menyenangkan
dan akrab, lebih sedikit kemungkinan anak-anak akan panik saat mereka
masuk sekolah dan menghadapi matematika.
“Anak-anak yang datang
ke laboratorium saya menunjukkan bahwa mereka mulai merasa khawatir
berhadapan matematika bahkan sejak kelas satu sekolah dasar,” ujar
Beilock. “Riset memperlihatkan bahwa semakin sering orangtua menggunakan
angka dengan anak-anaknya di setiap kesempatan, seperti ‘Kamu akan
mendapat dua kue’ atau ‘Kita akan tidur siang selama 20 menit,’ maka
kemampuan matematika anak-anak akan lebih baik di kemudian hari.”
Overdeck mengatakan bahwa ia ingin melihat perubahan budaya dalam matematika. “Anda terbiasa mendengar orang dewasa yang terpelajar sekalipun mengatakan, ‘Saya tidak pandai matematika,’ atau ‘Saya takut matematika.’ Dan itu dianggap sesuatu yang dapat diterima dari seseorang yang terpelajar. Namun Anda tidak pernah mendengar mereka mengatakan, ‘Saya tidak pandai membaca,’” ujar Overdeck.
Ia menambahkan
bahwa ia ingin anak-anak dan orangtuanya lancar mengolah angka, seperti
mereka lancar membaca buku Dr. Seuss atau Harry Potter.Overdeck mengatakan bahwa ia ingin melihat perubahan budaya dalam matematika. “Anda terbiasa mendengar orang dewasa yang terpelajar sekalipun mengatakan, ‘Saya tidak pandai matematika,’ atau ‘Saya takut matematika.’ Dan itu dianggap sesuatu yang dapat diterima dari seseorang yang terpelajar. Namun Anda tidak pernah mendengar mereka mengatakan, ‘Saya tidak pandai membaca,’” ujar Overdeck.
Dimuat dari VOA Indonesia
No comments:
Post a Comment